Kita ini aneh, saat anak-anak masih kecil kita meninggalkannya, kita titipkan pada neneknya atau asisten rumah tangga dikarenakan sibuk urusan dunia. Anak beranjak besar masuklah ia pada fase sosial, di mana interaksi dengan orang luar akan lebih besar seiring pertumbuhan usianya, pada saat itu kita para orang tua melarang anak untuk jauh dari kita. Rasanya-rasanya anak itu ingin berada di sisi kita sepanjang waktu.
Potret di atas adalah gambaran orang tua dalam masyarakat kita, ketika beranjak dewasa kita tidak ridho anak lebih sering beraktivitas dengan temannya (masyarakat) sebagai peran ia dalam sosial. Namun saat usia belia karena kesibukan kita ingin “menggenggamnya” erat-erat.
Secara fitrah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan usia di bawah 2 tahun adalah usia ibu. Usia setelah 2 tahun setelahnya adalah fase ayah, pada masa itu Ayah menjadi sosok yang tak tergantikan hingga ia mengenal dunia sosial. Lihatlah pada masa Ibu dan Ayah ini anak akan sangat nempel dengan ibu dan ayahnya. Sosok mereka tak tergantikan. Jika ada tamu misalnya yang datang ke rumah, anak kita tidak ingin digendong sama tamu yang datang (saat usia ibu). Atau lari menuju ayahnya karena malu-malu melihat orang lain walau yang dilihatnya anak sebaya dengannya.
Fenomena di atas adalah sebuah bencana bagi para orang tua jika tidak memanfaatkan usia kecil anak yang tak tergantikan. Bencana ini melanda biasanya dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak ideal. Dari sisi ayah yang gagal memenuhi kebutuhan rumah tangga, diperparah lagi jika Ibu ikut bekerja keluar rumah meninggalkan anaknya.
Tulisan ini tidak sedang menghakimi keadaan para orang tua. Namun memberikan perspektif ideal bagaimana seorang anak menjadi spesial. Di satu sisi peran orang tua tidak tergantikan, di sisi lain waktu akan berjalan terus usia anak tidak bisa dihentikan.
—
Beberapa poin kritik sosial yang terkait hal ini,
- Pentingnya memahami ilmu parenting dalam Islam, betapa anak memerlukan kehadiran orang tuanya di saat usia belia
- Memahami konsep bahwa setiap orang dijamin rezekinya, termasuk anak kita
- Peran suami sebagai Qowwamah (pemimpin) yang diberikan mandat kepada Allah untuk menjamin rezeki keluarganya
- Mengembalikan peran Ibu kembali ke dalam rumah, di mana saat ini isu-isu feminisme atau emansipasi perempuan membuat banyak wanita yang memilih bekerja berkarier diluar rumah
- Memberikan mindset kepada para ibu, bahwa perannya di rumah sangatlah mulia
Kondisi Ideal vs Realitas
Bagaimana jika orang tua harus menitipkan anaknya kepada orang lain karena keadaan? misal karena keadaan ekonomi yang sangat memprihatinkan. Sekali lagi Tulisan ini tidak sedang menghakimi. Hanya memberikan gambaran ideal dan mengetuk hati para ayah bunda untuk memanfaatkan kesempatan usia yang tidak tergantikan untuk anak-anaknya.
Sungguh merana kondisi di mana saat waktu kita para orang tua menyesal, kita lepas anak kita waktu yang anak kita ingin dipeluk erat. Dan mengurungnya saat mereka harusnya sudah memasuki usia sosial.
Semoga ayah Bunda dipermudah oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Leave a Reply